Pemerintah berkomitmen untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga tahun 2019. Hal itu dilakukan demi memberikan keadilan bagi masyarakat khususnya rakyat kecil. Pemerintah berkomitmen agar harga untuk rakyat kecil tidak dinaikkan hingga 2019. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa kenaikan TDL listrik dipengaruhi tiga faktor. Faktor tersebut diantaranya nilai tukar rupiah, harga minyak dunia dan inflasi. Sebenarnya tidak hanya tarif listrik yang jadi permasalahan namun banyak warga Indonesia, yang hingga saat ini masih menghadapi tantangan pemenuhan energi untuk semua warganya. Di tahun 2017, masih terdapat 5 juta rumah tangga atau sekitar 20 juta penduduk Indonesia yang belum mendapatkan akses listrik. Dari angka tersebut, sebagian besar berada di Indonesia bagian timur dan di daerah perdesaan. Mereka yang sudah mendapatkan akses listrik pun belum tentu mendapatkan listrik selama 24 jam penuh. Pemerataan akses listrik di Indonesia banyak terkendala tantangan geografis. Berpulau, banyak pegunungan, banyak lembah, hingga tersebarnya jumlah penduduk.
Namun saat ini Program penyambungan listrik gratis untuk masyarakat tidak mampu yang dilakukan 35 perusahaan Badan Usaha Milik Negara dipercaya akan mendorong pencapaian penyebaran kelistrikan. Alokasi subsidi khusus untuk penambahan ini mungkin berkisar dari Rp 1 triliun hingga Rp 1,5 triliun. Hal tersebut tentu saja untuk mengejar target rasio elektrifikasi 99,9 persen. Pihak PLN pun mengklaim bahwa tarif listrik di Indonesia masih terbilang murah dengan rata-rata sebesar USD 11,1 sen per kilo Watt hour (kWh). Tarif ini jauh lebih murah ketimbang Malaysia USD 12,9 sen per kWh, Thailand USD 13,5 sen per kWh dan Filipina tarif listriknya, rata-rata USD 18,67 sen per kWh. Sumber energi yang digunakan untuk pembangkitan listrik PLN saat ini sebenarnya bukan lagi didominasi bahan bakar minyak, melainkan batubara (55%). Senasib seperti minyak bumi, harga batubara juga meroket pelan-pelan. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batubara memang memiliki fluktuasi harga yang tinggi, karena ketersediaannya yang makin berkurang. Belakangan, kenaikan harga batubara global menjadi momok yang cukup serius bagi PLN.
Harga batu bara yang mencapai USD 90 per ton mengakibatkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik naik dan menjadikan beban keuangan PLN dan pemerintah semakin berat. Penggunaan energi primer yang didominasi bahan bakar fosil (minyak dan batubara) dalam penyediaan listrik membuat PLN dan pemerintah rentan pada fluktuasi harga energi primer yang memiliki dinamika cukup tinggi dan bergantung pada harga pasar internasional. Di sisi lain, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mendorong penggunaan energi bersih dan terbarukan (seperti angin, matahari, panas bumi) untuk penyediaan ketenagalistrikan di Indonesia. Energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan baiknya dipandang sebagai energi masa depan. Dengan teknologi yang semakin berkembang dan beragam skema pendanaan yang ada, potensi energi terbarukan yang besar di Indonesia sangat dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan listrik nasional. Sayangnya, harga listrik dari energi terbarukan saat ini masih dianggap tinggi. Untuk menjadi kompetitif dengan batubara, diperlukan adanya dukungan pemerintah untuk industri dalam negeri, pemberian insentif fiskal dan non fiskal, dan ragam kebijakan yang mempermudah pengembangan energi terbarukan baik untuk badan usaha milik negara ataupun pihak swasta. Ini tentu bukan pekerjaan mudah dan bisa dicapai dalam jangka pendek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar